Surat Dari Hati Seorang Ibu
Wajib Dibaca Buat Para Aktivis Kampus
Orang bilang anakku seorang aktivis, Kata mereka namanya
tersohor di kampusnya sana. Orang bilang anakku seorang
aktivis. Dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah
umat. Orang bilang anakku seorang aktivis. Tapi bolehkah aku
sampaikan padamu nak? Ibu bilang engkau hanya seorang
putra kecil ibu yang lugu.
Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang aktivis ibu
kembali mematutkan diri menjadi ibu seorang aktivis. Dengan
segala kesibukkanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau
ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat.
Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan
waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak ?
Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk
membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa
pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.
Anakku,kita memang berada disatu atap nak,di atap yang
sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini. Masih
teringat oleh ibumu ini kenangan kenangan manis ketika
engkau masih ada di dekapanku, di pelukanku.
Tapi kini dimanakah rumahmu nak? ibu tak lagi melihat
jiwamu di rumah ini. Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu
dirumah, dengan penuh doa agar Allah senantiasa
menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah
kusut. Mungkin tawamu telah habis hari ini, tapi ibu berharap
engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu
merindukanmu. Ah, lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti,
bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga
tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk
tersenyum, sekedar untuk mengalihkan pandangan pada
ibumu saja engkau tak sempat, katamu engkau sedang sibuk
mengejar deadline.
Padahal, andai kau tahu nak, ibu ingin sekali mendengar
segala kegiatanmu hari ini, memastikan engkau baik-baik
saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti
lebih tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau nak,
tapi bukankah aku ini ibumu ? yang 9 bulan waktumu engkau
habiskan di dalam rahimku.
Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak.
Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib
organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk
mengkader anggotamu. Engkau nampak amat peduli dengan
semua itu, ibu bangga padamu. Namun, sebagian hati ibu
mulai bertanya nak, kapan terakhir engkau menanyakan
kabar ibumu ini nak ? Apakah engkau mengkhawatirkan ibu
seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu ?
kapan terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu
nak ?
Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari anggota
organisasimu nak ?
Anakku,ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu. Saat engkau
merasa sangat tidak produktif ketika harus menghabiskan
waktu dengan keluargamu. Memang nak, menghabiskan waktu
dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas
yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan berbagai
amanah yang harus kau lakukan. Tapi bukankah keluargamu
ini adalah tugasmu juga nak ? bukankah keluargamu ini
adalah amanahmu yang juga harus kau jaga nak?
Anakku, ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku agenda
sang aktivis. Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana
sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-
tokoh penting. Ibu membuka lembar demi lembarnya, disana
ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi dan
harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih
saja ibu berharap bahwa nama ibu ada disana. Ternyata
memang tak ada nak, tak ada agenda untuk bersama ibumu
yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk ibumu ini . Padahal
nak, andai engkau tahu sejak kau ada di rahim ibu tak ada
cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan
agenda untukmu, putra kecilku.
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang
engkau seorang organisatoris yang profesional.
Boleh ibu bertanya nak, dimana profesionalitasmu untuk
ibu ?
dimana profesionalitasmu untuk keluarga ?
Dimana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas
yang kau buat ?
Ah,waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai ibu tak lagi
mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama
ibu.
Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun
pertemuan dengan orang tercinta,ibu,ayah,kaka dan adik.
Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik. Dan hingga
saat itu datang, jangan sampai yang tersisa hanyalah
penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga
masih malu tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang
terlambat teruntai.
Maafkan aku ibu yang selama ini telah membuat hatimu yang
lembut itu terluka,,
aku mohon maafkan aku
Ibu